"Kesolehan Keluarga Menjadi Penentu Bagi Tegaknya Suatu Bangsa Yang Aman, Makmur dan Sejahtera"

Rabu, 27 September 2017

Hidup adalah Pilihan




Apa dan bagaimana kondisi kita saat ini adalah hasil pilihan-pilihan masa lalu yang telah diputuskan.

Sebaliknya, bagaimana masa depan kita tergantung dari pilihan-pilihan yang tersedia yang harus diputuskan saat ini.

Ini lah hidup, setiap langkah yang dijalani penuh dengan pilihan ....  

Jangan sampai salah memilih..

Hadirkan Tuhan dalam menetapkan  setiap pilihan...




πŸ’—ArSiP  nAkOπŸ’–

Selasa, 26 September 2017

Berburu Keindahan Taman Laut 17 Pulau - Riung



Ide  berlibur ke Riung  muncul ketika oma Sr. Paul berkunjung ke Ruteng pada awal Juni yang lalu. Beliau menceritakan rencana tour wisata  Karyawan Sta. Ursula Ende ke Riung untuk menikmati keindahan Taman Laut 17 Pulau pada akhir Juni saat libur lebaran. Saya teringat cerita ase momang Lila Nyoman dalam blog Wela Kaweng yang sempat dibagikan ke fb dengan  foto-foto yang sangat  menarik.

Ketika ide tersebut saya sampaikan kepada  suami dan anak-anak mereka sangat setuju, kebetulan kami belum membuat rencana untuk mengisi  libur lebaran tahun ini. Walau liburannya cukup panjang sulit mengatur waktu karena banyak acara keluarga yang  harus dihadiri. Akhirnya  rencana berangkat tanggal 24 Juni diundur ke tanggal 26 Juni.

Tepat pukul 05.14 pagi  mobil meningalkan rumah. Kunci rumah sudah dititpkan pada salah seorang saudara yang tempat tinggalnya  hanya berjarak kurang lebih 100 meter dari rumah kami. 

Memasuki kawasan Rana Mese angin  semilir  dingin dan lembab masuk melalui celah kaca jendela. Balutan jaket tebal cukup membuat tubuh terlindung dan terasa lebih hangat dan nyaman.

Di ufuk timur langit gelap   perlahan berganti  jingga kemerah-merahan. Di balik gunung mentari  masih malu-malu menunjukkan kecantikkannya.  Sungguh sebuah momen langka yang sempat kami nikmati.


Tiba di Aimere  pukul 9.00 pagi. Istirahat  sebentar untuk menikmati sarapan. Sebagian besar warung makan masih tutup mungkin  karena pemiliknya sedang menghabiskan  libur  lebaran bersama keluarga.  Untung masih ada sebuah warung Padang yang dibuka,  sehingga  perut kami bisa terisi.

Cukup membosankan ketika kendaraan  keluar dari Aimere memasuki  wilayah Kajuala,  nampak di jok belakang Priska dan Astri mulai ngantuk. saya menghabiskan waktu dengan menikmati pemandangan kiri kanan jalan yang penuh  ditumbuhi berbagai macam tanaman perkebunan dan kayu-kayuan. Cengkeh dan Kopi mendominasi hamparan lahan yang sangat subur. Teringat waktu SMA lahan tersebut belum diolah baik, sedikit tandus dengan populasi pohon  terbatas.  Di samping suami  serius menyetir kendaraan karena jalannya menanjak dan berkelok-kelok.  

Perjalanan  menuju Riung bisa ditempuh melalui Soa, Bowae dan Aigela. Kami menjatuhkan pilihan melalui Boawae karena selain  lebih mulus juga waktu tempuh lebih  singakat dibanding Aigela. Sedangkan Soa  banyak badan jalan yang belum diperbaiki.

Tiba di Mataloko pukul 11.00 siang. Taman seminari Mataloko dan Biara yang  asri  mengundang   berjedah sejenak.   Bangunan Biara yang unik  dengan hamparan rumput hijau  dihiasi  pepohonan  cemara  tertata rapih  sungguh sedap dipandang mata. Ternyata tempat ini sudah menjadi salah satu tempat persianggahan para pelancong.  Ada begitu banyak pengunjung yang datang  menikmati keindahannya  dan berfoto-foto.
 
Dari Mataloko menuju Boawae - Mbai - Riung. Di Boawae kami mengalami sedikit kesulitan mencarai persimpangan  jalan ke Mbai, beberapa kali harus berhenti dan bertanya pada para pejalan kaki.   Menuju Mbai harus melewati Aisesa, sebuah tempat yang cukup unik yang tidak  kami temukan di Ruteng. Memiliki   padang rumput yang  luas, sangat menarik bagi kami.    Di beberapa tempat terpasang papan peringatan sekaligus ajakan agar mencegah kebakaran hutan dan lahan.



Tiba di Mbai pukul 14.00 siang. Perjalanan panjang dan   melelahkan mengharuskan kami untuk berisirahat   sambil  kembali  mengisi perut  sebagai bekal perjalanan selanjutnya. Walau masih berusia  muda kota Mbai  cukup maju dan  ramai.

Panorama alam sepanjang jalan menuju  Riung hampir sama seperti ketika kami melewati Aisesa,  menampilkan hamparan padang yang sangat luas. Di beberapa tempat terdapat   bukit-bukit kokoh yang diselimuti  oleh   rumput liar  nampak   mempercantik    alam Kabupaten   Nagakeo. 


Perjalanan Mbai - Riung memakan waktu 1 jam. Kami tiba di Riung pukul 16.30. Tidak sulit mencari penginapan di Riung,   ada beberapa hotel yang bisa menjadi  pilihan. Kami sekeluarga nginap di hotel Bintang Wisata. Hotel yang direkomendasikan oleh saudara kami Om Yansen Rago sekeluarga yang telah nginap di hotel tersebut sehari sebelumnya.   Cukup  besih dan  tarif per malam pun sangat terjangkau.  Satu kamar  dengan 2 tempat tidur  cuma Rp. 300.000,-. 

Saat sedang membereskan barang-barang di kamar Hotel tiba-tiba muncul seorang bapak. Ternyat beliau pemilik perahu motor yang akan dipakai untuk mengelilingi Taman Laut 17 Pulau. Tidak butuh waktu lama untuk bernego,   sewa pakai perahu motor miliknya   sangat murah yaitu hanya Rp. 360.000 per hari.

Malam menjelang tidur aku kedatangan tamu, teman SMA Syuradikara ibu Kornelia Lapeng. Beliau bekerja di salah satu instansi Pemda Kab. Ngada, kebetulan    sedang menghabiskan libur lebaran di  rumah orang tuannya.  Senang sekali dapat bertemu kembali  setelah kurang lebih 27 tahun berpisah. Kami ngobrol di teras depan kamar tidur, mengenang kambali nostalgia SMA. Suami tidak bisa nimbrung karena kecapaian dan anak-anak pun sudah tertidur lelap.

Pukul 05.00 pagi kami  sudah  bersiap-siap  agar tidak telat menikmati sunrise di taman laut 17 pulau.

Setelah sarapan di hotel langsung menuju pantai.

Tepat pukul 6.00 pagi  perahu motor meninggalkan dermaga.  Rute yang  akan kami lewati  seperti biasa, mengunjungi   pulau Kelelawar dulu   baru ke pulau-pulau lain.

Untuk pertama kali aku menikmatai sunrise di laut lepas.  Sungguh   pemandangan yang sangat  elok,  menyaksikan mentari  terbit di ufuk timur tanam laut 17 pulau.  Keindahannya disempurnakan oleh  pantulan cahaya jinga kemerah-merahan di atas  air laut, juga jejeran pulau-pulau kecil dan perahu nelayan yang sedang melaut.



Perjalanan  menuju pulau Kelelawar hanya ditempuh dalam  waktu 15-20 menit.  Dari jauh nampak ribuan Kelelawar terbang di atas pulau.  Perlahan-lahan perahu motor merapat agar bisa menyaksikan lebih dekat. Ketika  hari semakin siang satu persatu kelelawar kembali bergelantungan di atas pohon bakau dengan posisi terbalik.




Setelah beberapa menit menikmati keindahan dan keunikan pulau Kelelawar kami  melanjutkan perjalanan ke pulau Rutong. Tujuan kami hanya ke dua pulau ini karena  ingin menghabiskan sebagian besar waktu kami di Pulau Rutong.

Dalam perjalanan  menuju pulau Rutong  kembali disungguhi pemandangan yang sangat cantik.  Dari perahu motor dapat kami  saksikan  keindahan taman dasar laut. Dihiasi  terumbu karang beraneka warna dan  bentuk. Ikan warna warni bermain di antara karang. Perairan dangkal  cukup memuaskan mata kami  yang tidak memiliki peralatan selam.


Tiba di Pulau Rutong pukul 7.00 pagi. Karena pengunjungnya masih sedikit  kami bebas mencari tempat yang aman dan nyaman  untuk menikmati pesona pantai pasir putih pulau Rutong. Ahhh...Tak habis kemurahan Tuhan, kami selalu disuguhi  lukisan alam yang begitu indah.






Di tepi laut  Priska dan Astri  bermain pasir dan  berenang. Bahagia hatiku menyaksikan kegembiraan  anak-anakku. Kami membiarkan mereka bermain sampai parahu motor datang menjemput.

Dalam diam kubersykur..

Terima kasih Tuhan atas kebaikanMu yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk menikmati kebesaranMu...πŸ™πŸ™πŸ™



πŸ’—ArSiP   NakOπŸ’–