"Kesolehan Keluarga Menjadi Penentu Bagi Tegaknya Suatu Bangsa Yang Aman, Makmur dan Sejahtera"

Selasa, 13 September 2016

BUAH DARI KETULUSAN

KETIKA KERJA KITA TIDAK DIHARGAI...! MAKA KETIKA ITU KITA SEDANG BELAJAR TENTANG KETULUSAN....!
"BUAH DARI KETULUSAN RASANYA MANIS"
Beberapa waktu yang lalu seorang wanita muda minta pertemanan denganku. Sebelum dikofirmasi kubuka isi fb nya. Betapa terkejutnya aku ternyata wanita itu mantan asisten rumah tanggaku. Penampilannya OK dan setelah kami berteman diceritakan kalau penghasilannya lumayan buat diri sendiri juga buat kirim orang tua di kampung. Tak herah melihat kesuksesannya karena selama menjadi asisten rumah tangga kami sangat rajin dan tulus bekerja. Pertemuan di fb membangkitkan kenangan masa lalu bersamanya.
Setiap akhir tahun aku selalu kewalahan menghadapi tumpukan pekerjaan, sering kulanjutkan di rumah agar tidak pulang larut malam. Semakin lengkap bebanku ketika asisten rumah tangga berhenti bekerja karena ingin ikut saudaranya di Kalimantan. Aku sempat stres akibat kesulitan membagi waktu menyelesaikan pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah tangga. Sebulan lamanya rumah tanpa pembantu, walau berat harus kujalani demi suami dan anak-anak.
Ternyata ibu mertua prihatin, lalu mencari seorang pembantu dari kampung. Melihat penampilan pembantu baru yang diantar ibu mertua membuat aku sedikit kecewa namun berusaha berpikir positif. Yah walaupun tidak bisa kerja yang penting ada penjaga rumah saat kami di kantor dan anak-anak di sekolah. Ternyata benar, pembantu baru tak bisa diharapkan. Setiap hari aku tetap terjun ke dapur untuk memasak dan setiap kali memasak aku megajarinya cara mengolah sayur dan lauk yang sudah menjadi menu andalan keluarga kami. Berbulan-bulan diajari, saat diuji tetap saja tak ada perubahan, sayur dan lauk yang diolah tidak membangkitkan selera makan. Akhirnya aku harus menerima segala kekurangannya dengan iklas.

Suatu hari aku tidak sempat nimbrung di dapur akibat tumpukan pekerjaan, kupercayakan pembantu untuk memasak dan kebetulan sayur yang diolah adalah sayur favorit anak-anak. Biasanya aku sendiri yang memasak karena takut bumbunya tidak pas dan anak-anak tak mau makan. Saat akan menyantap masakannya sempat terlintas dalam pikiran “seperti apa rasa sayurnya, pasti tidak seenak masakkanku”. Ternyata dugaanku meleset, sayurnya enak sekali bahkan anak-anak memuji kehebatan pembantu kami. “Mama... sayur dan lauk buatan ka Sia enak ya, sama enak dengan masakan mama”. Mendengar pujian anak-anak Sia tersipu malu, terpancar rasa bahagia yang amat sangat. Lalu aku menjawab “benar Sia, ternyata kamu sudah pintar masak”. Keesokan hari aku masih belum bisa nimbrung di dapur, kembali kupasrahkan semuanya pada Sia. Kali ini sayur yang akan diolahnya adalah sayur kesukaanku dan biasanya sangat teliti dalam meracik bumbu agar rasanya “makyus”. Dan lagi-lagi aku terkejut dengan hasil olahan tangannya, pas bangaet bumbunya. Aku jadi penasaran dan bertanya “Sia, sejak kemarin masakan kamu enak, bagaimana bisa secepat ini pintarnya?” Sia tesenyum mendengar komentarku. “Anu bu.... saya hanya melakukan seperti yang ibu ajarkan, dulu saya memasak dengan perasaan ragu karena takut salah sehingga rasanya kurang enak, tapi sejak saya menyadari kebaikan ibu, bapak dan anak-anak saya melakukan apa saja di rumah ini dengan senang termasuk memasak, mungkin karena saya memasak dengan hati yang tulus dan riang makanya masakan jadi enak”. Saya terharu mendengar jawabannya, yah.... benar, pekerjaan yang dilakukan dengan tulus tanpa beban akan membuahkan hasil yang manis. Seorang pembantu yang cuma tamat SD menyadarkan saya tentang ketulusan. “Terima kasih Sia”. Hanya itu yang mampu kuucapkan.