KETIKA KERJA KITA TIDAK DIHARGAI...! MAKA KETIKA ITU KITA SEDANG
BELAJAR TENTANG KETULUSAN....!
"BUAH DARI KETULUSAN RASANYA MANIS"
"BUAH DARI KETULUSAN RASANYA MANIS"
Beberapa waktu yang lalu seorang wanita muda minta pertemanan
denganku. Sebelum dikofirmasi kubuka isi fb nya. Betapa terkejutnya aku
ternyata wanita itu mantan asisten rumah tanggaku. Penampilannya OK dan setelah
kami berteman diceritakan kalau penghasilannya lumayan buat diri sendiri juga
buat kirim orang tua di kampung. Tak herah melihat kesuksesannya karena selama
menjadi asisten rumah tangga kami sangat rajin dan tulus bekerja. Pertemuan di
fb membangkitkan kenangan masa lalu bersamanya.
Setiap akhir tahun aku selalu kewalahan menghadapi tumpukan
pekerjaan, sering kulanjutkan di rumah agar tidak pulang larut malam. Semakin
lengkap bebanku ketika asisten rumah tangga berhenti bekerja karena ingin ikut
saudaranya di Kalimantan. Aku sempat stres akibat kesulitan membagi waktu
menyelesaikan pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah tangga. Sebulan lamanya
rumah tanpa pembantu, walau berat harus kujalani demi suami dan anak-anak.
Ternyata ibu mertua prihatin, lalu mencari seorang pembantu dari
kampung. Melihat penampilan pembantu baru yang diantar ibu mertua membuat aku
sedikit kecewa namun berusaha berpikir positif. Yah walaupun tidak bisa kerja
yang penting ada penjaga rumah saat kami di kantor dan anak-anak di sekolah.
Ternyata benar, pembantu baru tak bisa diharapkan. Setiap hari aku tetap terjun
ke dapur untuk memasak dan setiap kali memasak aku megajarinya cara mengolah
sayur dan lauk yang sudah menjadi menu andalan keluarga kami. Berbulan-bulan
diajari, saat diuji tetap saja tak ada perubahan, sayur dan lauk yang diolah
tidak membangkitkan selera makan. Akhirnya aku harus menerima segala
kekurangannya dengan iklas.
Suatu hari aku tidak sempat nimbrung di dapur akibat tumpukan
pekerjaan, kupercayakan pembantu untuk memasak dan kebetulan sayur yang diolah
adalah sayur favorit anak-anak. Biasanya aku sendiri yang memasak karena takut
bumbunya tidak pas dan anak-anak tak mau makan. Saat akan menyantap masakannya
sempat terlintas dalam pikiran “seperti apa rasa sayurnya, pasti tidak seenak
masakkanku”. Ternyata dugaanku meleset, sayurnya enak sekali bahkan anak-anak
memuji kehebatan pembantu kami. “Mama... sayur dan lauk buatan ka Sia enak ya,
sama enak dengan masakan mama”. Mendengar pujian anak-anak Sia tersipu malu,
terpancar rasa bahagia yang amat sangat. Lalu aku menjawab “benar Sia, ternyata
kamu sudah pintar masak”. Keesokan hari aku masih belum bisa nimbrung di dapur,
kembali kupasrahkan semuanya pada Sia. Kali ini sayur yang akan diolahnya
adalah sayur kesukaanku dan biasanya sangat teliti dalam meracik bumbu agar
rasanya “makyus”. Dan lagi-lagi aku terkejut dengan hasil olahan tangannya, pas
bangaet bumbunya. Aku jadi penasaran dan bertanya “Sia, sejak kemarin masakan
kamu enak, bagaimana bisa secepat ini pintarnya?” Sia tesenyum mendengar
komentarku. “Anu bu.... saya hanya melakukan seperti yang ibu ajarkan, dulu
saya memasak dengan perasaan ragu karena takut salah sehingga rasanya kurang
enak, tapi sejak saya menyadari kebaikan ibu, bapak dan anak-anak saya
melakukan apa saja di rumah ini dengan senang termasuk memasak, mungkin karena
saya memasak dengan hati yang tulus dan riang makanya masakan jadi enak”. Saya
terharu mendengar jawabannya, yah.... benar, pekerjaan yang dilakukan dengan
tulus tanpa beban akan membuahkan hasil yang manis. Seorang pembantu yang cuma
tamat SD menyadarkan saya tentang ketulusan. “Terima kasih Sia”. Hanya itu yang
mampu kuucapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar