"Kesolehan Keluarga Menjadi Penentu Bagi Tegaknya Suatu Bangsa Yang Aman, Makmur dan Sejahtera"

Rabu, 01 Mei 2013

Pengaruh Restrukturisasi Organisasi Terhadap Efektivitas Kinerja Pelayanan Publik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai

Disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti 
Ujian Dinas Tingkat II Kab. Manggarai   22 April 2013


Disusun oleh : Agnes Purnama Ndendong, SP
                              NIP. 19700121 199903 2 007




BAB I.
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Sistem pemerintahan di Indonesia telah mengalami perubahan paradigma yang sangat signifikan sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahuin 1999 tentang Pemerintah Daerah, atau yang lazim dikenal dengan Undang-undang Otonomi Daerah. Perubahan paradigma pemerintahan ini sesungguhnya adalah langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam menyikapi tuntutan masyarakat sejak digulirkannya reformasi.
Perubahan paradigma sistem pemerintahan Indonesia ditafsirkan oleh Sarundajang (2000), sebagai sebuah arus balik kekuasaan pusat ke daerah. Dimana arus balik kekuasaan ini mengartikan desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam rangka persatuan.
Dikemukakan oleh Wasistiono (2003 : 11) bahwa untuk menjalankan kewenangan yang dimiliki Pemerintah Daerah, diperlukan suatu organisasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pada era desentralisasi sekarang ini, Pemerintah Daerah diberi kebebasan yang luas untuk menyusun organisasinya sendiri. Sehubungan dengan itu, maka dalam rangka pelaksanaan ketentuan pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, yang dalam pelaksanaannya diterjemahkan terlalu luas dan bervariasi oleh daerah-daerah, sehingga mengakibatkan terjadi pembengkakan dalam pembentukan organisasi perangkat daerah di masing-masing daerah yang justru tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh hasil evaluasi kelembagaan yang dilakukan oleh Tim Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Departemen Dalam Negeri, ditemukan fakta adanya kecenderungan untuk membentuk organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang didasarkan pada kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan. Berbagai pertimbangan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dalam penataan kelembagaan seringkali cenderung lebih bernuansa politik dari pada pertimbangan rasional obyektif, efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 diharapkan penyusunan kelembagaan/organisasi perangkat daerah di masing-masing daerah senantiasa mempertimbangkan kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh daerah, karakteristik, potensi, kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan pengembangan pola kemitraan antar daerah serta pihak ketiga.
Penyesuaian dari Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 ke Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 berdampak sangat signifikan pada perubahan susunan organisasi serta ragam struktur organisasi perangkat daerah pada daerah-daerah otonom di Indonesia.
Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah jawaban atas tuntutan masyarakat. Pemerintah daerah dapat melaksanakan fungsinya untuk mengatur dan mengurus kewenangan daerah berdasarkan kepentingan masyarakat daerah. Dan agar pelaksanaan fungsi pemerintahan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik maka pemerintah daerah membutuhkan organisasi perangkat daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang efektif dan efisien sebagai salah satu unsur/bagian dari birokrasi.
Tampilnya birokrasi yang besar dan gemuk akan menghabiskan banyak sumber daya daerah. Fenomena ini telah banyak dilihat dalam praktek birokrasi selama ini baik di tingkat pusat maupun daerah. Organisasi birokrasi daerah dari Sabang sampai Marauke dibangun dan dikembangkan dengan menggunakan azas uniformitas (penyamarataan). Akibat nomenklatur, jenis dan jumlah lembaga (organisasi) yang dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia hampir sama,  seharusnya hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan kebutuhan masyarakat.  
Menurut Perrow dalam Kausar AS (2009:7)  menyatakan bahwa dalam bentuk ideal birokrasi tidak pernah dapat diwujudkan karena : Pertama, ketidak mampuan memilih antara kepetingan pribadi atau golongan dan kepentingan organisasi.  Kedua, ketidakluwesan birokrasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang berlangsung cepat dan terus menerus. Sejalan dengan pandangan tersebut, Agus Dwiyanto (2006:224) menjelaskan bahwa “harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di negara maju masih sulit untuk diwujudkan.” Pada prinspnya, birokrasi merupakan lini terdepan pelayanan terhadap masyarakat. Untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik mengharuskan birokrasi merumuskan misinya dengan jelas. Hal ini sekaligus untuk menata kembali struktur pemerintah dan birokrasi.
Menurut Sedarmayanti (2010:324) “ditemukan fakta adanya kecenderungan organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang didasrakan pada kebutuhan nyata di daerah yang membawa implikasi pada pembengkakan organisasi  perangkat daerah secara signifikan.” Hal ini jelas membawa pengaruh kepada efisiensi alokasi anggaran yang tersedia di masing-masing daerah. Misalnya, Dana   Alokasi Umum  (DAU) yang semestinya untuk kepentingan belanja pegawai, pembangunan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan publik, sebagian besar digunakan untuk membiayai birokrasi pemerintahan daerah. Lebih lanjut Sudarmayanti menulis : “selain menimbulkan efisiensi penggunaan sumberdaya, pembengkakan organisasi menimbulkan semakin melebar rentang kendali dan kurang terintegrasi pengelolaan/pengendalian karena fungsi yang seharusnya ditangani dalam satu kesatuan unit harus dibagi ke beberapa unit organisasi yang mengarah kepada membengkaknya birokrasi. (2010:325).
Reformasi birokrasi baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah merupakan kebutuhan dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Pada dasarnya bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada masyarakat. Baik buruknya pelayanan yang diberikan pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi publik yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan publik. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi pemerintahan dengan segala perangkat teknisnya harus lebih diarahkan pada fungsi pokok melayani masyarakat sebagai hal yang utama sebagaimana tersirat dalam semangat desentralisasi.
Dalam melakukan reformasi termasuk menjalankan sejumlah kewenangan yang dimilikinya, pemerintah di daerah membutuhkan perangkat organisasi yang dibentuk berdasarkan karakteristik dan kebutuhan.

Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menata kembali organisasi perangkat daerah. Penataan struktur organisasi dan tata kerja seharusnya tidak boleh lepas dari pendekatan miskin struktur kaya fungsi yang  berarti bahwa suatu organisasi yang kecil namun memiliki fungsi yang besar. Menurut Ancok dalam Jurnal Pamong Praja (2008:78) “keunggulan kompetitip organisasi antara lain ditentukan oleh struktur ramping “lean dan mean” atau dengan kata lain sering disebut miskin struktur kaya fungsi.” Artinya organisasi yang besar dapat menciptakan ketidakefisien  dalam berbagai hal. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa restrukturisasi organisasi yang dilakukan merupakan salah satu bentuk harapan dan keinginan pengefektifan fungsi pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi pemerintahan itu sendiri. Melalui restrukturisasi diharapkan  fungsi pemerintahan akan semakin efektif dan efisien  dalam melalukan pelayanan kepada masyarakat.
Sedarmayanti (2010:323) menjelaskan bahwa “penataan kelembagaan penyelenggaraan pemerintah daerah hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Perubahan dan penataan kelembagaan terkenal dengan istilah reinvention yaitu transformasi dasar sistem pemerintahan dan organisasi pemerintahan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi dan kemampuan beradaptasi dan berinovasi, sehingga tidak hanya memperbaiki efektivitas yang ada, namun juga menciptakan kelembagaan yang mampu memperbaiki efektivitas bila lingkungannya berubah.”
Dari uraian di atas, jelas menunjukkan bahwa dalam penataan kelembagaan yakni organisasi pemerintah struktur organisasi mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kinerja dalam melakukan pelayanan publik.
Pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak berkualitas atau tidak efisien. Karena itu, kualitas pelayanan sangat penting dan selalu fokus kepada kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan menurut Fitzsimmons and Fitzsimmons (2001:2) adalah “customer satisfaction is customers perception that a supplier has met or exceeded their expectation.” Dari definisi tersebut dapat ditelaah bahwa kepuasan pelanggan dalam hal ini adalah persepsi masyarakat akan kenyataan dari realitas yang ada yang dibandingkan dengan harapan-harapan yang ada. Atau adanya perbedaaan antara harapan konsumen terhadap suatu pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan.
Seperti yang dijelaskan oleh Agung Kurniawan (2009:79) “apabila komponen-komponen struktur organisasi yang mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja atau spesialisasi disusun sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas dan tanggung jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan    dalam organisasi memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif. Dengan demkian akan memberikan pengaruh positif terhadap pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi apabila struktur organisas tidak disusun dengan baik maka akan dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang baik.”
Gerloff dalam Hariyoso (2006:195) juga telah menganjurkan konsep penyusunan struktur yang konsisten (structural consistency) sebagai prinsip atau   pemandu disain organisasi agar tidak terjadi gejala disfungsional, mengingat bahwa jati diri/esensi birokrasi mempunyai tujuan yang berwawasan publik.  Hal ini berarti dalam proses restrukturisasi SKPD yang dilakukan oleh pemerintah daerah, penyusunan struktur yang konsisten sangat dibutuhkan agar semua organisasi yang terbentuk dapat berfungsi dengan baik dan sempurna. 
Pembentukan organisasi perangkat daerah yakni SKPD daerah ditetapkan dengan peraturan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah  masing-masing serta adanya koordinasi, itegrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Besaran organisasi perangkat daerah yang dijelaskan dalam peraturan ini sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus dicapai, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Dalam peraturan pemerintah ini juga dipertegas bahwa kebutuhan organisasi perangkat daerah masing-masing tidak senantiasa sama dan seragam. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, juga ditetapkan kriteria untuk menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah masing-masing pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu 40% untuk variabel jumlah penduduk, 35% untuk variabel jumlah wilayah dan 25% untuk variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas interval.
Oleh karena itu, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur telah melakukan restrukturisasi organsasi melalui Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2008 tentang  Pembentukan Organisasi  dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun 2008 tentang  Pembentukan Organisasi  dan Tata Kerja Lembaga Teknis  Daerah, yang kemudian mengalami perubahan melalui  Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2011 tentang  Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi  dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun 2011 tentang  Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi  dan Tata Kerja Lembaga Teknis  Daerah.  Dalam rangka memaksimalkan dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing organisasi pemerintahan daerah yang ada dan juga dalam rangka penghematan anggaran. Pada restrukturisasi  organisasi yang dilakukan pada tahun 2008 dan perubahan tahun 2011  lalu, Pemerintah Kabupaten Manggarai terdiri dari 13 Dinas Daerah, 8 Badan Daerah, Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat Daerah, Satuan Daerah,  RSUD dan 9 Kecamatan yang menyebar di wilayah Kabupaten Manggarai dengan rincian tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh masing-masing organisasi perangkat daerah tersebut sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing.
Restrukturisasi organisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai tahun 2008 yaitu menggabungkan dua buah dinas yang dulunya berdiri sendiri menjadi satu dinas di bawah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai. Dua dinas yang bergabung tersebut adalah Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan dan Hortikultura, sementara bidang Hortikulturan  bergabung dengan SKPD lain yakni Dinas Tanaman Pangan. Secara tidak langsung tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari kedua dinas yang bergabung tersebut menjadi semakin luas. Hal ini tentu mempengaruhi efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Terkait dengan itu, karya tulis ini melihat pentingnya restrukturisasi organisasi perangkat daerah dalam mempengaruhi efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD di daerah.

B.        Perumusan Masalah
Struktur organisasi didefinisikan sebagai  pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal. Struktur organisasi juga dapat di definisikan adalah suatu keputusan yang diambil oleh organisasi itu sendiri berdasakan situasi, kondisi dan kebutuhan organisasi. Struktur suatu organisasi menggambarkan bagaimana organisasi itu mengatur dirinya sendiri, bagaimana mengatur hubungan antar orang dan antar kelompok. Struktur suatu organisasi ada kaitannya dengan tujuan, sebab struktur organisasi itu adalah cara organisasi itu mengatur dirinya untuk bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Restrukturisasi organisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses redesain atau penataan  ulang terhadap tatanan organisasi yang telah ada.
Tujuan umum yang hendak dicapai dari restrukturisasi organisasi adalah tercapainya SKPD yang efektif dan efisien. Struktur  organisasi yang yang ada  dinilai masih gemuk, sehingga pemerintah daerah menganggap dengan kondisi organisasi yang gemuk tersebut menjadikan tidak efektif dan efisien  pelaksanaan tugas pemerintahan maupun anggaran.
Pelaksanaan restrukturisasi di Kabupaten Manggarai memang perlu dilakukan mengingat besarnya struktur organisasi yang ada pada pada saat itu dan masih terdapat tugas pokok dan fungsi yang tumpang tindih antara Dinas. Hal ini dicirikan banyaknya kewenangan dan fungsi  yang hampir sama di beberapa SKPD dan menyebabkan ketidakefektifan dan tidak efisien  yang berdampak kepada pelayanan terhadap masyarakat tidak maksimal.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2008 tentang  Pembentukan Organisasi  dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun 2008 tentang  Pembentukan Organisasi  dan Tata Kerja Lembaga Teknis  Daerah, yang kemudian mengalami perubahan melalui  Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2011 tentang  Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi  dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun 2011 tentang  Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi  dan Tata Kerja Lembaga Teknis  Daerah, diketahui bahwa Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Manggarai terdiri dari 13 Dinas Daerah, 8 Badan Daerah, Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat Daerah, Satuan Daerah,  RSUD dan 9 Kecamatan. Jumlah ini  jelas lebih sedikit dari sebelumnya, akibat terjadinya penggabungan beberapa SKPD yaitu berkurangnya 18 dinas menjadi 13 dinas daerah, 9 badan  menjadi 8 badan daerah dan 6 kantor menjadi 0 kantor daerah.  SKPD yang kewenangannya berdekatan digabungkan menjadi satu di bawah dinas atau badan yang masih memiliki  rumpun urusan yang sama atau  kewenangan serta unsur-unsur pelaksanaan tugasnya berdekatan. Misalnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dinas ini merupakan gabungan dari Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan dan Hortikultura. Setelah penggabungan ini tidak ada kesulitan  yang ditemui selama proses penggabungan, malah sebaliknya pelaksanaan tugas semakin jelas dan terasa lebih mudah walaupun  secara tidak langsung penggabungan ini    menambah besar tugas pokok dan fungsi  dinas tersebut dari keadaan sebelumnya. Restrukturisasi ini memang dapat mengurangi jumlah dinas yang ada, hanya saja penggabungan dua dinas tersebut menjadi tidak efektif lagi apabila dilihat dari struktur dinas tersebut saat ini yang semakin padat.
Seperti yang diungkapkan oleh Agung Kurniawan (2009:76) bahwa “struktur yang dibutuhkan saat ini adalah struktur yang lebih ramping, fleksibel dalam artian dapat memberikan ruang bagi terjadinya diskresi (tidak menganut formalitas), dan tidak sentralisasi (desentralisasi), yang memungkinkan terjadinya  sinergi antara para manajer dengan  profesional di kalangan birokrat, dan terciptanya team work   yang solid bukan tergantung pada satu atau sekelompok individu dalam birokrasi yang saling mendukung.” Untuk itu dapat dirumuskan permasalahan adalah Pengaruh Restrukturisasi Organisasi  Terhadap Efektivitas Kinerja  Pelayanan Publik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai.
  
C.        Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh restrukturisasi organisasi  terhadap efektivitas kinerja  pelayanan publik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai.

D.        Manfaat Penulisan
1.      Perbaikan dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan restrukturisasi organisasi perangkat daerah serta dapat memberikan kontribusi bagi eksistensi perkembangan Ilmu Pemerintahan Daerah.
2.        Secara praktis, penulisan  ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan dan sumbangan pemikiran, khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Manggarai, dalam upaya memecahkan masalah yang berkaitan dengan efektivitas kinerja pemerintah daerah, berkenaan dengan kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah pada masa yang akan datang.


BAB II.
PEMBAHASAN

A.       Gambaran Umum Restrukturisasi Organisasi di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai
               Pemerintah Kabupaten Manggarai telah melakukan restrukturisasi organisasi tahun 2008  dan mengalami perubahan tahun 2011, yang juga dialami Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Restrukturisasi organisasi yang dilakukan adalah dengan menggabungkan 2 (dua) dinas yaitu Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan dan Hortikultura menjadi Dinas Kehutanan dan Perkebunan sedangkan Bidang Hortikultura bergabung dengan Dinas Tanaman Pangan.
               Sebelum penggabungan Dinas Kehutanan terdiri dari 1 (satu) bagian tata usaha yang membawahi 3 (tiga) sub bagian serta 5 (lima) sub dinas yang membawahi 3 (tiga) sampai 4 (empat) seksi  sedangkan  Dinas Perkebunan dan Hortikultura terdiri dari 1 (satu) bagian  tata usaha yang membawahi 3 (tiga) sub bagian  serta  4 (empat) sub dinas yang membawahi 2 (dua) sampai 4 (empat) seksi. Setelah restrukturisasi organisasi  menjadi Dinas Kehutanan dan Perkebunan, maka   dinas tersebut  terdiri dari 1 (satu) sekretariat yang membawahi 3 (tiga) sub bagian serta  4 (empat) bidang yang membawahi 3 seksi.
               Jika dilihat restrukturisasi yang dilakukan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Manggarai khususnya pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan setelah dilakukan penggabungan dua dinas menjadi satu  telah menunjukan usaha dari pemerintah untuk menciptakan struktur yang lebih ramping  namun memiiliki fungsi yang begitu padat dengan kewenangan-kewenangan yang dimiliki.
               Selain itu penggabungan ini juga dilakukan dengan pertimbangan keuangan dan kemampuan daerah. Dengan dilakukannya penggabungan secara otomatis daerah dapat menghemat cukup banyak anggaran yang selama ini lebih banyak terserap untuk kegiatan operasional pemerintahan. Hal ini dapat dilihat  pada perbadingan jumlah anggaran  SKPD tahun 2008 sebelum bergabung sebesar Rp. 6.643.755.837,- dan setelah bergabung tahun 2009  menjadi sebesar Rp. 5.180.946.411,-
               Pasca Restrukturisasi terlihat bahwa  rentang kendali semakin dekat, pengawasan terhadap tugas pokok dan fungsi masing-masing bidang menjadi lebih intensif karena jarak kekuasaan yang semakin kecil, sehingga memungkinkan besarnya kesempatan untuk bertukar pikiran dan pengambilan keputusan yang bersifat desentralisasi. Masing-masing bidang juga lebih jelas tugas dan kewenangannya, karena semakin diperkecil dan dipersempit, sehingga efektivitas kinerja dinas lebih baik.


B.       Gambaran Umum Efektivitas Kinerja  Pelayanan Publik di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai
               Efektivitas organisasi merupakan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran. Efektivitas merupakan konsep penting dalam suatu organisasi, karena mampu memberikan gambaran keberhasilan organisasi untuk mencapai sasarannya. Sedangkan Efektivitas kinerja organisasi adalah pencapaian tujuan atau hasil yang dilakukan dikerjakan oleh setiap individu secara bersama-sama. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan tugas suatu organisasi antara lain adalah pemimpin yang berkopeten, kepemimpinan yang efektif, sumberdaya manusia dalam organisasi, program kerja, lingkungan organisasi yang kondusif, pembagian kewenangan dan restrukturisasi yang dilakukan dengan tepat.                
               Telah kita ketahui dan juga termuat dalam gambaran umum, setelah beberapa organisasi digabungkan menjadi satu SKPD maka pelaksanaan tugas akan semakin jelas, dibandingkan dengan struktur organisasi sebelumnya yang terlalu gemuk, menyebabkan terjadi tumpang tindih pelaksanaan tugas pokok dan fungsi antara satu dinas/instansi dengan dinas/instansi lainnya. Sementara apabila ditelusuri lebih jauh tugas dan kewenangan  yang diembannya adalah sama.
               Pasca dilakukannya restrukturisasi,  tujuan-tujuan organisasi menjadi semakin matang. Salah satunya disebabkan karena tugas dan kewenangan dinas tersebut semakin jelas. Dengan kewenangan dan tugas yang jelas serta terbagi rata pada masng-masing bidang dalam dinas tersebut, maka tujuan-tujuan organisasi akan dapat tercapai secara optimal. Berkaitan dengan anggaran, secara garis besar dapat dikurangi karena berkurangnya dinas, namun secara khusus pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai tentu akan bertambah pada bagian-bagian tertentu, misalnya gaji pegawai,  walaupun bila dihitung jumlah pegawai dari dua dinas menjadi satu tidak mengalami perubahan serta  kegiatan lainnya akibat penggabungan.
               Efektivitas pelayanan kepada masyarakat   lebih meningkat karena semua bidang lini tugas berada pada satu rumpun kewenangan yang sama, sehingga masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan dalam bidang apapun, sehingaa organisasi tersebut menjadi lebih efektif.  Misalnya masyarakat yang ingin menanam tanaman perkebunan pada lahan milik  dengan tanaman kopi atau kakao,  dan mengunakan tanaman kehutanan sebagai tanaman pelindungnya seperti sengon atau mahoni, maka semua kebutuhan bibit maupun bimbingan teknis yang dibutuhkan oleh masyarakat  dapat  sekaligus dilayani oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai. Demikian pun kegiatan kehutanan dan perkebunan lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat.
               Dari uraian di atas diketahui bahwa restrukturisasi organisasi memberikan pengaruh terhadap efektivitas kinerja pelayanan publik Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Penggabungan Dinas Kehutanan dengan Dinas Perkebunan dan Hortikultura tidak menimbulkan kandala yang berarti dalam mewujudkan efektivitas kinerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Dengan syarat penggabungan atau restrukturisasi organisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut dilakukan secara tepat.
               Namun dalam melakukan koordinasi program dan kegiatan di tingkat propinsi dan pusat tidak terlalu efektif dan efisien karena di tingkat provinsi harus melakukan koordinasi pada 2 (dua) SKPD yaitu Dinas Kehutanan Prov. NTT dan Dinas Pertanian dan Perkebunan Prov. NTT, demikian pun di tingkat pusat harus melakukan koordinasi pada  2 (dua) kementerian yaitu Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian.  
               Selain itu  terdapat faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi tercipta dan terwujudnya efektivitas kinerja organisasi antara lain adalah kepempinan, motivasi dan kemampuan personal.
               Oleh karena itu perlu diupayakan pelaksanaan restrukturisasi dengan saksama yakni terdiri dari restrukturisasi struktur organisasi maupun restrukturisasi pemerintahan itu sendiri agar tercipta organisasi yang benar-benar menjalankan tugas pokok  dan fungsinya dengan lebih efektif dan efisien, baik organisasinya maupun sumberdaya manusia yang ada di dalamnya.  Restrukturisasi organisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah di berbagai wilayah setelah otonomi daerah diharapkan struktur organisasi yang terbentuk lebih efektif dalam rangka melaksanakan pelayanan publik.



BAB III.
KESIMPULAN DAN SARAN

A.       KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.     Terdapat  pengaruh positif hasil restrukturisasi organisasi terhadap efektivitas kinerja pelayanan publik di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai. Namun terdapat faktor-faktor  lain yang juga mempengaruhi antara lain kepemimpinan, motivasi dan kemampuan personal.
2.     Pengaruh  restrukturisasi organisasi pada  Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai menyebabkan dinas kurang efektif dan efisien dalam melakukan  koordinasi program dan kegiatan di tingkat provinsi dan pusat.
3.     Restrukturisasi organisasi harus dilakukan dengan tepat melalui proses perencanaan yang matang, karena pelaksanaan restrukturisasi yang tepat sasaran akan memberikan pengaruh terhadap efektivitas kinerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai.
4.     Dengan restruktur organisasi yang lebih tepat, maka masing-masing bidang dapat melaksanakan tugas dan kewenangan yang lebih luas dan lebih fokus, sehingga tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai secara optimal. Dengan demikian akan membawa organisasi ke arah yang lebih baik.

B.       SARAN
1.     Untuk lebih meningkatkan efektivitas kinerja di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai tidak perlu dilakukan lagi restrukturiasai organisasi. Struktur yang ada sudah tepat untuk melakukan pelayanan yang lebih efektif dan efisien kepada masyarakat.
2.     Disarankan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih mengutamakan pembinaan dan evaluasi terhadap Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai guna meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya melalui penilaian kinerja sekretariat, bidang, sub bagian dan seksi  pada dinas tersebut dalam pelayanan publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar